“Mahasiswa
adalah sebagai agen perubahan dan agen pembangunan”. Kalimat tersebut sudah
seringkali saya dengar dari berbagai mulut ke mulut maupun dari kuping ke
kuping. Kalimat tersebut amat sangat populer bagi “beberapa” kalangan
mahasiswa. Kenapa saya mengatakan beberapa, karena ada sebagian mahasiswa yang
mengaku tidak pernah tahu dan tidak pernah hal tersebut. Apa yang salah dengan
itu? Entahlah. Mungkin saja karena kurang bergaulnya mereka dengan para
mahasiswa lain yang lebih senior, atau karena terkena sindrom mahasiswa yang
menganut klan hedonistik. Entahlah.
Mahasiswa
adalah seorang yang menempuh pendidikan lanjutan setelah mengalami fase SMA
yang begitu menyenangkan dengan sejumlah kejadian dan kenagan yang sulit
terlupakan. Apa ini yang menyebabkan jiwa hedonis masih menggantung dalam diri
mereka? Kita anggap saja iya, karena setelah mengamati beberapa pertimbangan
tentang mengapa jiwa hedon mereka masih ada yaitu karena mereka baru saja
keluar dari fase yang menyenangkan. Tentulah mereka menganggap bahwa kuliah itu
seperti sekolah SMA, dan mahasiswa itu seperti siswa biasa.
Hal
ini pernah saya rasakan saat beberapa bulan masuk kuliah di suatu perguruan
tinggi swasta di Bojonegoro. Saya merasa bahwa kuliah itu biasa-biasa saja,
monoton dengan hanya mendengarkan dosen menjelaskan mata kuliah di depan kelas.
Persisi seperti yang saya alami sewaktu sekolah, saya lebih sering hanya tidur
dikelas. Karena saya bukan termasuk golongan orang yang menjunjung tinggi nilai
dalam sistem pembelajaran yang terus mendengar ocehan dan mencatat semua yang
dikatakan maupun yang di tampilkan di slide
presentasi. Menurut saya pribadi nilai tersebut hanya membuat “space” atau jarak antara pribadi satu
dengan yang lain. Yang saya yakini bahwa hanya paham atau tidak lah yang bisa
menentukan apakah seorang tersebut boleh lulus atau tidak.
Jujur
sampai semester tiga sekarang ini, saya jarang sekali menulis pelajaran atau
mata kuliah yang disampaikan para dosen saya. Saya lebih senang untuk mendengar
saja dan mengingat-ingat semuayang dijelaskan. Yah, walaupun kadang ngantuk
juga, dan malah kadang tidak ada yang masuk di otak. Atau saya biasanya
langsung membaca bukunya lalu mencoba memahami sendiri apa yang di paparkan oleh buku tersebut. Saya
berpikir kenapa menggunakan sistem yang seperti ini karena yang pertama ingin
melatih otak untuk mengahafal segala sesuatu dengan cepat, dan sekali tangkap.
Yang kedua untuk membuat otak saya bisa mengembangkan apa yang saya pahami dari
apa yang saya pelajari.
Pikiran
tersebut muncul saat saya masih di organisasi “Komunitas Belajar Waskita
Islamiyah” saat masa sekolah dulu bahwa untuk pintar tak perlu sekolah, tapi
yang dibutuhkan adalah belajar. Mulai saat itu saya berpikir untuk buat apa
sekolah tenanan, jika tidak ada
sekolah yang mencerdaskan. Maka itulah sampai sekarang saya lebih sering mendengarkan
dari pada harus mrekenek nulis apa
yang diterangkan dosen. Dan dari Waskita itulah saya belajar bahwa
berorganisasi itu nyaman, dan melatih kita kepada keloyalan kepada organisasi
kita. Sampai sekarang saya masih di Waskita karena Waskita adalah “almamater”
kebanggan saya dibanding yang lain.
Organisasi
menurut saya adalah suatu wadah yang dihadirkan atau diciptakan untuk seseorang
agar bisa mengembakan bakat yang dimiliki. Entah seperti apapun bentuk
organisasi tersebut, pastilah akan membawa manfaat bagi anggota yang ikut di
dalamnya. Entah itu hanya sekedar mendapatkan sahabat baru, atau lebih lagi bisa
mendapatkan pengetahuan baru.
Karena
di dalam organisasilah pikiran seseorang akan terasah, dan di organisasi pula
pikiran kita akan dihadapakan dengan dua pilihan, dewasa atau tidak. Jika
pikiran kita memilih untuk menjadi dewasa maka saat itulah pikiran kita akan
bisa membedakan sesuatu hal menurut manfaat dan mudharatnya, atau sepele tidaknya suatu perkara. Namun jika kita
memlikih tetap, maka yang akan terjadi adalah pikiran kita akan monoton pada
suatu hal yang itu-itu saja, atau istilah sekarangnya adalah “labil”.
Manfaat
berorganisasi itu sangat mengesankan
bagi saya pribadi. Semua yang saya dapatkan sekarang adalah buah hasil dari
kegiatan saya selama saya di organisasi. Mulai saya belajar berani ngomong di
depan seseorang, sampai saya berani menyampaikan buah karya saya. Jika dulu
saya aktif berpuisi, tapi sekarang saya sedang mencoba menekuni kembali tulis
menulis. Semua saya dapat dari organisasi.
Kenapa
saya selalu menggunungkan organisasi dengan segala manfaatnya? Itu karena saya
adalah seorang Mahasiswa sekarang. Sebuah gelar yang punya visi sebagai agen
perubahan, dan misi untuk merebut simbol-simbol perubahan tersebut. Organisasi
bagi Mahasiswa sudah banyak yang tumbuh di kalangan masyarakat kampus, mulai
dari internal kampus dengan UKM-nya (Unit Kegiatan Mahasiswa), atau eksternal
kampus dengan berbagai OMEK yang akan selalu mencari kader-kader intelektualis
dan kritis untuk dicetak sebagai agen perubahan. Terserah kita nanti ingin ikut
organisasi yang mana. Karena semua tidak akan baik jika dipaksakan. Tapi, kalau
bisa ya kita mengambil keduanya. Di internal kampus kita aktif, di eksternal
kampus kita juga aktif.
Untuk
itulah saya sangat menginginkan kepada semua, entah itu siswa, mahasiswa, atau
yang lain untuk berorganisasi. Jika kita tidak mendapatkan manfaatnya sekarang,
maka kita akan mendapatkannya suatu saat nanti. Karena Tuhan tahu apa yang kita
butuhkan, bukan dari apa yang kita inginkan. Mari berorganisasi, mari
berprestasi.
Wallahu A’lam Bish Showab ....
Bojonegoro,
9 Desember 2014
Fathoni
amiiin. ...kabulkan doa jawazim ya Allah.
BalasHapus