Ruang Rindu

 
          Sebait lagu yang bisaa membuat hati saya tenang, juga merasa bahwa saya masih merindukan dirinya yang sudah jauh disana. Sebait yang selalu membuat hati saya merinding ketika menyanyikannya. Kangen. Kata sederhana yang bisa membuat semua orang merasa bahwa cinta masih bersamanya.
Seperti yang saya rasakan saat ini, saat tulisan ini saya tulis atas dasar kangen yang sedang melanda hati dan pikiran saya. Kangen kepada seseorang yang pernah mengajarkan betapa berartinya cinta bagi saya. Dalam setiap detik waktu yang saya rasakan penuh dengan kekuatan cinta yang ia berikan. Semua saya rindukan saat ini.
Rindu saat ini sudah beda dengan rindu beberapa tahun yang lalu, tepatnya saat saya masih menggeluti dunia sekolah bersama sang pujaan hati. Rindu yang sekarang ini adalah rindu yang terlarang jika dihukumkan dengan berbagai logika dicampur dengan beberapa dasar hukum yang ada. Karena yang saya rindukan saat ini adalah seorang yang sudah mempunyai suami. Jika dulu sangatlah wajar dan indah, namun saat ini adalah terlarang.
Tapi apa yang bisa dikata hati, sudah terlanjur rindu karena sudah beberapa bulan saya tidak mendengar suaranya, tawanya, atau melihat senyumnya. Semua saya rindukan saat ini. Sangat rindu sekali. Dan bisa suatu saat nanti bisa bertemu dengannya lagi, walaupun sekedar memandang dari jauh saja. Itu lebih dari sebuah cukup bagi saya.
Bahkan jika dipertemukan dalam Ruang Rindu pun saya tidak akan menolak, sangat tidak menolak. Karena Ruang Rindu jug sudah termasuk dalam ketegori taman ciptaan Tuhan bagi mereka yang sedang memendam rindu pada pujaan hati mereka. Karena hanya di Ruang Rindu kita akan merasa sangat nyaman dengan kehadiran seorang yang kita sayang walau senatas Rindu.

Mata terpejam dan hati menggumam
Di Ruang Rindu kita bertemu

Darah Juang



            Judul di atas adalah sebuah judul lagu yang biasa dinyanyikan oleh para mahasiswa aktivis ketika sedang melakukan aksi atau demonstrasi. Lirik lagu tersebut menggambarkan betapa negeri ini amat subur dengan padi yang menghampar luas, namun juga menjadi ironi kerena mereka seperti sedang dijajah, kehilangan hak mereka bahwa negeri ini adalah negerinya.
            Lagu ini adalah salah satu lagu favorit saya setelah buruh tani, karena saat sedang menyanyikan atau mendengarkan lagu ini, saya merasa ada yang berdesir dalam hati saya. Entah apa yang membuat desiran itu, tapi saat itulah saya merasakan bahwa saya memang cinta Indonesia, cinta sepenuhnya dengan Indonesia. Mungkin seperti inilah lirik lagu tersebut:

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia


            Organisasi adalah sebuah wadah dimana semua orang bisa masuk dan mengasah pribadi mereka untuk menjadi lebih baik. Di dalam suatu organisasi pastilah terdapat aturan-aturan, norma-norma yang harus dijunjung dan dihormati oleh segenap warga organisasi. Aturan tersebut tersebut termaktub di dalam sebuah Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga (AD/ART).
            Tak berbeda jauh dengan organisasi yang ada, PMII adalah sebuah organisasi kaderisasi yang berjalan di tengah mahasiswa Islam Indonesia. PMII mengusung format Islam Indonesia yang bernaung Ahlu Sunnah Wal Jama’ah sebagai landasan berfikir untuk menentukan apakah layak atau tidaknya sebuah keputusan yang diambil. Semua dipetimbangkan dengan ASWAJA sebagai pertimbangan bertindak.

Mahasiswa dan Organisasi




         


          “Mahasiswa adalah sebagai agen perubahan dan agen pembangunan”. Kalimat tersebut sudah seringkali saya dengar dari berbagai mulut ke mulut maupun dari kuping ke kuping. Kalimat tersebut amat sangat populer bagi “beberapa” kalangan mahasiswa. Kenapa saya mengatakan beberapa, karena ada sebagian mahasiswa yang mengaku tidak pernah tahu dan tidak pernah hal tersebut. Apa yang salah dengan itu? Entahlah. Mungkin saja karena kurang bergaulnya mereka dengan para mahasiswa lain yang lebih senior, atau karena terkena sindrom mahasiswa yang menganut klan hedonistik. Entahlah.
          Mahasiswa adalah seorang yang menempuh pendidikan lanjutan setelah mengalami fase SMA yang begitu menyenangkan dengan sejumlah kejadian dan kenagan yang sulit terlupakan. Apa ini yang menyebabkan jiwa hedonis masih menggantung dalam diri mereka? Kita anggap saja iya, karena setelah mengamati beberapa pertimbangan tentang mengapa jiwa hedon mereka masih ada yaitu karena mereka baru saja keluar dari fase yang menyenangkan. Tentulah mereka menganggap bahwa kuliah itu seperti sekolah SMA, dan mahasiswa itu seperti siswa biasa.

MEA Masuk Desa



“Gimana kang? Udah dapet pekerjaan?”. Ujar Sun pada Kang Kuni
            “Belum Kun, susah dapat gawean di jaman sekarang ini. Apa-apa ini sekarang pake mesin Sun, tenaga orang cuma sebagai tukang parkir thok”. Keluh Kang Kun karena tak kunjung mendapat pekerjaan yang layak.
            “Kan sebentar lagi ada MEA toh Kang, berarti akan gampang toh nantinya?”.
            Lha yo belum tentu Sun, semua kan hgak gampang kayak gitu. Iya kalo kita yang mendapatkan pekerjaan ke luar negeri, jaminan gaji terjamin. Lha kalo kita ndak siapkan Indonesia dijajah lagi?”.
            “Lho, kok dijajah Kang?. Apakah mereka akan menyuruh kita Rodi lagi, kayak jamn dulu itu Kang?”.

Bukan D'Javu



               Sebenarnya judul di atas sangat amat menggelitik saya, karena judul di atas sepertinya mencerminkan sebuah lelucon yang terkesan diformalkan oleh penulis. Padahal bukan seperti itu, saya hanya ingin membagi sediit tulisan lewat judul yang rada aneh tersebut. Judul di atas saya tulis saat saya ikut dalam Kemah Bakti Komite Pemuda Lintas Agama (KP-LIMA) yang bertempat di Lemcadika Bojonegoro.
          Kenapa saya memilih sebuah judul seperti itu? hal ini berkaitan saat acara tersebut. Pada saat acara baru memulai waktu pembukaan, saya melihat ada seorang yang sangat menarik perhatian saya. Pertama kali saya merasa D’Javu dengan si gadis itu, saya berpikir “mirip siapa ya?”. Setelah beberapa menit acara berjalan gadis mengambil sebuah tempat duduk paling depan berjarak sekitar dua meter di sebelah kiri saya.