Bagian Cerita I





Salam sejahtera untukmu ‘Aini. Aku semogakan raga serta pikiranmu dalam kondisi yang bahagia, sampai coretan ini berkunjung ke tanganmu.

Sebenarnya agak kurang menarik jika mengajakmu berdiskusi lewat surat. Namun apalah daya. Waktu selalu tak pernah kompromi kalau urusan rindu.

Ya, aku sedang merindukanmu. Rindu bagaimana ketika malam itu dengan tak pernah terencana kita bercerita, berdiskusi tentang hal yang sama-sama kita pertanyakan. Itu saja. Aku merindukanmu.

Sebenarnya aku ingin bercerita kepadamu. Ini menyangkut temanku yang dengan tiba-tiba mengajak aku berdiskusi ringan. Ini soal motivasi, minat, organisasi, tujuan dan lain-lain yang menjalar dengan tidak sengaja.

Aku akan mulai ceritaku ini dengan cerita curhatannya padaku. Jangan terlalu bernafsu membaca, aku harap kamu menikmatinya.

“Kemarin…”, dia memulainya dengan nada yang dibuat seringan mungkin. “…Aku baru saja ikut sebuah seminar. Pada ketika itu, narasumber memberikan subjektif pikirannya kepadaku tentang sebuah motivasi. Beliau berkata bahwasanya, motivasi itu ya dari diri sendiri, bukan dari orang lain atau faktor luar.”

Pause

Apa kamu setuju dengan teori ini sayang? Apa pendapatmu dengan teori ini, cukup menarik kan? Secara pribadi, aku bisa setuju bisa juga tidak dengan teori ini. Nanti saja aku jelaskan. Mari kita lanjutkan ceritanya. Jangan terlalu bernafsu, nikmatilah dengan napas yang tenang.

“Lantas…”, dia melanjutkan dengan nada yang tidak jauh beda dengan ketika dia membuka percakapan denganku. “Aku pernah membaca sebuah buku yang di dalamnya memuat sebuah cerita inspirasi dari tokoh-tokoh yang sudah besar karena jejak hidupnya juga dari karyanya. Contohnya, Bill Gates, yang berhasil membuat sesuatu yang membuat hidup kita semakin ada pembaruan, Microsoft berhasil merubah hidup beliau. Dan lain-lain.

Dari buku tersebut, ada sesuatu yang menarik bagiku. Motivasi itu datang dari faktor luar, yang bisa berarti orang lain, faktor-faktor lain. Jadi bukan dari diri sendiri yang memotivasi, tapi justru dari faktor luar tersebut. Ini sungguh sangat bertolakbelakang dengan yang disampaikan ketika seminar waktu itu. Bagaimana menurutmu sendiri?”.

Kita pause lagi ceritanya.

Dia mengakhiri ceritanya dengan pertanyaan untukku, malam itu. Sebelum aku menjawab pertanyaan dari sahabatku ini, aku harap kamu juga sudah menyiapkan sebuah jawaban untuk kita diskusikan ketika kita bertemu nanti. Dan aku harap jangan dulu setuju dengan pendapatku ini. Sekali lagi, aku merindukanmu sayang.

Aku akan memulainya dengan pengutaraan pendapatku mengenai motivasi yang ditanyakan di atas.

Menurut subjektif pribadiku, aku sangat setuju dengan teori dari pemaparan si narasumber seminar tersebut, namun tidak sepenuhnya. Juga sepakat dengan apa yang dari buku tersebut, tapi tidak sepenuhnya juga. Benar apa yang dikatakan beliau si narasumber tersebut, bahwa motivasi itu datang dari dalam diri sendiri, bukan dari orang atau faktor lain.

Namun, aku kurang sepakat jika beliau mengabaikan faktor luar sebagai pihak yang tidak bisa memberikan kontribusi motivasi bagi diri kita. Karena pihak luar atau orang lain pun masih punya kesempatan untuk “memengaruhi” diri kita. Lewat pengaruh omongan, tata bahasa agitasi, buah karya, dan lain sebagainya.

Kalau menurut teori yang aku buat secara dadakan dan tanpa pertimbangan ataupun landasan teori dari pakar, malam itu.

Motivasi yang entah dari luar ataupun dari diri sendiri itu sama saja. Bisa saja kamu artikan sama-sama berpengaruh ataupun sama-sama tidak berpengaruh, itu terserah padamu sayang.

Hal ini berkaitan dengan kemampuan manusia yang terbatas dalam hal mengingat, menerima serta dalam hal memberi. Yang artinya, motivasi sehebat apapun, sebesar apapun, jika besok dia sudah lupa pun akan sama saja hasilnya. Nil.

Yang paling penting dari motivasi (masih dari teori subjektifku) itu adalah konsistensi, komitmen serta komunikasi yang intens. Maksudnya begini sayang, ketika kamu sudah memutuskan untuk memberikan motivasi kepada seseorang, maka kamu harus konsisten untuk berkomunikasi dengan intens kepada dia.

Kamu harus terus melakukan konsistensi memberikan motivasi, suntikan semangat dengan tempo dan irama yang sama kepadanya. Karena dia pun memiliki keterbatasan. Itu komitmen yang sudah kamu buat dan harus kamu pertahankan.

Kamu sepakat dengan teori ini sayang? Aku harap kamu punya pendapat yang lebih kompleks dan lebih ilmiah dariku. Agar nanti aku punya waktu yang lebih lama untuk menatap wajahmu ketika kita asyik berdiskusi.

Cerita di atas hanya awalan dari diskusi kami yang terus menjalar malam itu. Akan kulanjutkan.

Kemudian jika kita tarik dalam organisasi, ini hampir menyangkut diskusi yang kemarin soal mengetahui tujuan ikut organisasi. Motivasi seseorang ikut organisasi pastilah macam-macam. Nah, dari macam-macam itu bagaimana menyatukan agar sampai pada tujuan organisasi tersebut”

Kembali sebuah pertanyaan untukku sayang. Sebenarnya aku tidak merasa pantas untuk menjawab hal ini, namun ini hanya aku satu-satunya yang diberi pertanyaan, dan demi keberlangsungan diskusi, akhirnya aku harus menjawab.

“Seperti yang dijelaskan kemarin. Kita bisa melakukan lewat komunikasi personal to personal, kemudian personal to communal, communal to communal, communal to personal. Namun itu pun tergantung bagaimana kamu menjaga intensitas volume dan nada dalam komunikasi, komitmen untuk tetap memotivasi, serta konsisten.

“Sedikit gambarannya, aku sudah pernah melakukan teori ini. Komunikasi personal to personal atau antar personal sudah aku lakukan secara private. Artinya aku melakukan ini dengan tujuan yang hanya aku sendiri yang tahu, mereka hanya harus menjawab.

“Aku mencoba melakukan itu pada teman sekelas yang juga satu organisasi. Kita ngobrol sebentar kemudian aku singggungkan dengan kegiatan untuk organisasi. Seketika itu, dia menjawab setuju dengan penuh semangat. Namun beberapa hari setelah obrolan itu, nada semangat yang ia tunjukkan perlahan redup, bahkan hampir gelap. Itu pertama.

“Lantas aku mencoba dengan yang lain yang masih satu kelas dan satu organisasi. Hampir sama dengan yang pertama, ia pun begitu semangat dengan beberapa ide dan gagasan yang menurutku cukup bagus. Kemudian redup dan hampir gelap.

“Itu antar personal. Jika menurut sub-teori yang kedua; personal to communal juga sudah pernah. Hasilnya, tidak ada suara, tidak ada gagasan secara gamblang. Hanya diam. Itu kendala dari sub-teori yang kedua. Jadi, menurutku motivasi itu bisa masuk, hadir, mempengaruhi itu jika si orang tersebut sadar secara mandiri atau tersadarkan”

Bagaimana pendapatmu sayang? Kamu pun ikut setuju? Aku harap tidak, karena aku menuggu jawabanmu yang menggunakan retorika yang menawan. Aku akan melanjutkan lagi ceritaku dengan sebuah teori yang malam itu aku lupa dan baru akhir-akhir ini aku ingat pencetusnya, adalah Sigmund Freud. Dengan penjelasan ala kadarnya.

“Tingkat kesadaran manusia itu dibagi menjadi tiga, kalau tidak salah ini teori yang aku dapat dari mata kuliah pengantar manajemen. Yaitu; Ego, Superego dan Id. Jadi, Ego adalah tingkat kesadaran manusia paling tinggi. Artinya pada tingkat ini, manusia bisa mengendalikan kesadaran maupun pikiran secara bebas atau sesuka hati.

“Nah, ketika sudah pada titik ini, aku yakin sekecil apapun motivasi yang masuk, yang datang akan sangat berpengaruh terhadap aktualisasi dirinya”

Bagaimana sayang? Aku harap kopimu tak cukup pahit untuk sampai mempengaruhi otakmu untuk ikut meraskan pahit karena membaca tulisan ini. Dan aku harap juga, kamu sudah menyiapkan beberapa catatan argumenmu untuk “membunuh” argumenku.  Aku akan sangat menunggu itu, karena aku merindukanmu.

Mungkin cukup untuk ini, karena dia pun sudah setuju dengan penjelasan teori yang keburikan, walapun ala kadarya. Akan kubagi kepadamu pertanyaan yang tak bisa kujawab, teori-teori, atau mungkin hal-hal yang membuatku terus bertanya, suatu nanti.

Lain kali akan kubagi tulisanku yang lain. Mungkin dari buku-buku yang pernah aku baca.



Salam sayang.

‘Aini | ….

Tuban, 7 April 2017. Ketika malam itu, angin membawa rindu padaku dan beberapa rona wangi yang selalu ku identikan dengan wangimu.



0 Respon:

Posting Komentar