W A S K I T A -



Ini hanya sekadar tulisan, yang semoga dibaca oleh sahabat yang lain, dikritik, diberi arahan, pencerahan hingga akhirnya bisa tercerahkan. Semoga.

Antara tahun 2009 – 2010 WASKITA resmi “berdiri” dengan segala kekurangan. Bahkan memang tidak ada lebihnya. Tapi ya sudahlah.

Beberapa anak mulai “mencoba” masuk pada awalnya. Imjinasi mereka tentang WASKITA adalah sebuah sekolah untuk bisa bebas berkarya, untuk bebas melakukan apapun. Bahkan untuk tidur di kelas sekalipun. Seperti intro.


Berjalan beberapa bulan, beberapa anak akhirnya mulai “dipaksa” keluar karena keadaan. Mungkin juga karena mereka lelah, atau orangtuanya yang selalu gundah. Tapi bagi saya pribadi, “yang sudah masuk tidak akan pernah keluar”.

Lalu tinggallah beberapa saja yang masih “terpaksa” tinggal, karena sebuah cita-cita yang selalu menjadi kebanggaan masing-masing. Pada keadaan selanjutnya, yang tersisa ini yang dengan penuh semangat mencoba menggali apa yang mereka yakini sebagai sebuah jalan tentang masa muda mereka.

Kemudian muncullah buku, majalah “ketjil”, dengan seluruh kekurangannya. Mereka mengadopsi sistem “barat” yang pernah mereka singgahi untuk tahu bagaimana seharusnya komunitas belajar itu berjalan. Namanya Komunitas Belajar Qorriyah Thoyyibah di Kalibening, Tingkir, Salatiga.

Waskita kemudian menjadi rumah yang menarik bagi beberapa anak ini. Mereka selalu senang dan tak bosan untuk datang, walau sekadar hanya untuk tidur siang. Mereka dengan tidak malu dengan teman sebaya yang aktif di sekolah “formal”. Lebih-lebih malu, mereka justru sering membanggakan Waskita sebagai awal bagaimana proses karakter mereka terbentuk.
Konsep yang ditawarkan Waskita bagi pribadi saya ini cukup menarik. Artinya di sana para “sahabat” Waskita diajak untuk menjalani hidup dengan penuh keikhlasan, kepasrahan, tanpa beban selama hampir dua tahun. “Bahwa proses tidak akan mengkhianati hasil”.

Sekadar datang untuk tidur siang, bermain Photoshop dengan objek teman sendiri sebagai bahan editan untuk di-bully atau main game Plants and zombies.  Mereka menikmati hari-hari mereka seakan-akan hidup mereka tidak akan berakhir hanya karena mereka tidak mau sekolah atau hanya karena bermain Photoshop saja.

Apa yang mereka lakukan adalah suatu bentuk menikmati hidup dengan kepasrahan dan keikhlasan. Sampai mereka menjadi pribadi-pribadi yang lepas dari pribadi “awal” sebelum masuk ke Waskita.

Sampai kemudian mereka memutuskan untuk kembali kepada sekolah formal, mereka masih sering menunjukkan ke-Waskita-an mereka daripada sekolah mereka. Artinya, Waskita memang menjadi suatu kebanggaan tersendiri pada diri mereka.

“Kami adalah Waskita, dan Waskita tetaplah ada pada kami”.

Lantas mereka semua lulus, Waskita semakin vakum karena masing-masing dari mereka sudah sibuk satu dengan yang lain. Ada yang sudah harus pergi ke luar kota untuk kuliah, ada yang masih di rumah dan juga tetap kuliah. Markaz Waskita semakin sepi karena tidak ada yang datang.

Akhirnya inisiatif datang, bahwa jarak bukanlah halangan. Jarak hanya batasan yang masih bisa atasi.

“Manuk” adalah judul buku yang berhasil mereka cetak terbatas, hanya beberapa eksemplar saja. Manuk adalah buku antologi cerpen dari empat anak yang mau berbagi tulisan cerita yang “apa adanya”.

Setelah periode Manuk, Waskita masih sepi, belum ada gerakan lagi. Mereka kembali masuk dan sibuk pada dunia masing-masing, pada tanggung jawab masing-masing.

Tapi sekali lagi, Waskita dalam jiwa mereka masih belum juga hilang hanya karena sepi juga jarak.

Masing-masing dari mereka membawa bahkan berharap suatu ketika bisa membangunkan kembali nama “Waskita”, walau untuk beberapa divisi yang berbeda.

Misalnya, ada yang suka dengan ilmu desain dan teknik soal komputer, beliau ingin punya lembaga kursus komputer dan namanya ada Waskita-nya. Ada yang suka buku ingin membuat sendiri percetakan dengan ada nama Waskita juga. Ada yang juga mulai suka baca ingin punya rumah baca sendiri dengan nama Waskita juga.

Semua dengan sadar ingin membuat Waskita sendiri dengan beberapa divisi dengan tujuan adalah pendidikan dan pemberdayaan.


Sampai akhirnya di ujung kalimat.
Tulisan ini bukan apa-apa, hanya ditulis dari yang pernah ikut belajar, nyantri, dan tidur siang di Markaz Waskita.

Salam hangat sahabat.

Tuban,
Ditulis dari beberapa ratus meter ke selatan dari Markaz.
20 Februari 2019 –
Jawazim Abdul Jalil

0 Respon:

Posting Komentar